Hal yang sangat naif, ketika seorang anak menjadi bodoh, nakal, pemberang, atau bermasalah, lalu orang tua
menyalahkan guru, pergaulan di sekolah, dan lingkungan yang tidak beres. Tiga faktor itu hanya berperan
dalam proses perkembangan anak, sedangkan bakat anak itu menjadi bodoh, nakal, atau pemberang justru
terletak dari bagaimana orang tua memberikan awal kehidupan si anak tersebut.
Bukan hal aneh bahwa seorang anak dapat dididik dan dirangsang kecerdasannya sejak masih dalam
kandungan. Malah, sejak masih janin, orang tua dapat melihat perkembangan kecerdasan anaknya. Untuk bisa
seperti itu, orang tua harus memperhatikan beberapa aspek, antara lain terpenuhinya kebutuhan biomedis, kasih
sayang, dan stimulasi. Hal ini diungkap dokter spesialis anak, dr Sudjatmiko, MD SpA.
Bicara tentang kecerdasan, tentu saja tidak bisa lepas dari masalah kualitas otak, sedangkan kualitas otak itu
dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Secara prinsip, menurut Sudjatmiko, perkembangan positif kecerdasan sejak
dalam kandungan itu bisa terjadi dengan memperhatikan banyak hal. Pertama, kebutuhan-kebutuhan biologis
(fisik) berupa nutrisi bagi ibu hamil harus benar-benar terpenuhi. Seorang ibu hamil, gizinya harus cukup.
Artinya, asupan protein, karbohidrat, dan mineralnya terpenuhi dengan baik.
Selain itu, seorang ibu hamil tidak menderita penyakit yang akan mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak dalam kandungannya. Kebutuhan nutrisi itu sendiri, sebenarnya bukan hanya ketika ibu
mengandung, melainkan ketika ia siap untuk mengandung pun sudah harus memperhatikan gizi, makanan, dan
komposisi nutrisinya harus lengkap, sehingga ketika ia hamil, dari segi fisik sudah siap dan proses kehamilan
akan berlangsung optimal secara nutrisi.
Tapi, memang di
ada keluarga yang mempersiapkan kehamilan. Malah, kerap kehamilan dianggap sebagai suatu yang
mengejutkan. Berbeda dengan yang terjadi di negara-negara maju. Inilah yang cenderung menjadi penyebab
awal mengapa anak-anak yang lahir kemudian tidak berkualitas, karena orang tua seakan tidak siap dalam
segala hal untuk memelihara anaknya.
Faktor kedua adalah kebutuhan kasih sayang. Seorang ibu harus menerima kehamilan itu, dalam arti kehamilan
yang benar-benar dikehendaki. Tanpa kasih sayang, tumbuh kembangnya bayi tidak akan optimal. "Si ibu
hamil harus siap dan dapat menerima risiko dari kehamilannya," kata mantan Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter
Anak
akan mengganggu pekerjaannya. Ia sebenarnya ingin hamil, tapi juga merasa terganggu dengan kehamilannya
itu. Kondisi seperti ini tidak kondusif untuk merangsang perkembangan bayi dalam kandungannya,"
tambahnya.
Selain itu, menurut Dosen Fakultas Kedokteran Universitas
memengaruhi perkembangan kecerdasan bayi, yaitu apakah si ibu hamil menikah secara resmi atau kawin lari.
Pernikahannya direstui atau tidak, dan apakah ada komitmen antara istri dan suami. Tanpa komitmen di antara
keduanya, kehamilan itu bisa dianggap mengganggu.
Juga harus ada support (dukungan). Tanpa support, walaupun ada komitmen dari suami dan orang tua dapat
mengurangi perkembangan dan rangsangan kecerdasan bayi dalam kandungan. "Jadi, variabel kasih sayang
tadi adalah komitmen dengan suami, serta support dari orang tua dan keluarga, sehingga seorang ibu dapat
menerima kehamilannya dengan hati tenteram," lanjut Sudjatmiko.
Faktor ketiga adalah adanya perhatian penuh dari si ibu hamil terhadap kandungannya. Ia dapat memberikan
rangsangan dan sentuhan secara sengaja kepada bayi dalam kandungannya. Karena secara emosional akan
terjadi kontak. Jika ibunya gembira dan senang, dalam darahnya akan melepaskan neo transmitter zat-zat rasa
senang, sehingga bayi dalam kandungannya juga akan merasa senang.
Sebaliknya, bila si ibu selalu merasa tertekan, terbebani, gelisah, dan stres, ia akan melepaskan zat-zat dalam
darahnya yang mengandung rasa tidak nyaman tersebut, sehingga secara tidak sadar bayi akan terstimuli juga
ikut gelisah. "Yang paling baik adalah stimuli berupa suara-suara, elusan, dan nyanyian yang disukai si ibu.
Hal ini akan merangsang bayi untuk ikut senang. Berbeda jika si ibu melakukan hal-hal yang tidak disukainya,
karena itu sama saja memberikan rangsangan negatif pada bayi," ujar Sudjatmiko.
Tapi, stimuli itu sendiri lebih efektif bila kehamilan sudah menginjak usia di atas enam bulan. Sebab, pada usia
tersebut jaringan struktur otak pada bayi sudah mulai bisa berfungsi.
Untuk mendapatkan kondisi-kondisi itulah, seorang ibu hamil harus tetap menjaga nutrisi yang didapat dari
makanan sehari-hari. Bahkan, perlu diimunisasi, misalnya dengan suntik TT. Lakukan juga konsultasi rutin
dengan dokter secara berkala. Mula-mula sekali sebulan, dan pada bulan terakhir menjelang kelahiran (partus),
diperketat menjadi tiga minggu sekali, lalu dua minggu sekali, dan bahkan mendekati partus menjadi setiap
minggu.
Sudjatmiko juga menyarankan untuk tidak meminum obat-obatan yang katanya bisa merangsang
perkembangan dan kecerdasan otak bayi. Obat-obatan semacam itu hanya omong kosong. "Pemberian obat
semacam itu percuma saja, dan tidak berpengaruh apa-apa," katanya. "Yang penting, ciptakan saja lingkungan
mendidik, yaitu tiga faktor tadi.
Sementara itu, psikolog anak Dra Surastuti Nurdadi juga mengungkapkan pendapat yang sama. Stimulasi
positif, menurutnya, memang dapat meningkatkan kecerdasan anak sejak dalam kandungan. Dari stimulasi ini,
diharapkan ketika anak tumbuh, bukan hanya menjadi cerdas, melainkan dapat bersosialisasi dengan
lingkungannya. "Stimulasi menimbulkan kedekatan antara ibu dan anak.
Bahkan, lanjut Surastuti, bayi masih dalam kandungan bisa distimuli dengan diperdengarkan musik klasik,
diajak berbicara, dan diberikan elusan penuh kasih sayang. Orang tua juga harus siap dan berusaha
mengajarkan cara anaknya bersosialisasi dengan dunia luar ketika ia masih di dalam rahim.
Tapi, mengapa musik klasik? Pendapat semacam ini memang terus menjadi topik bahasan. Musikus hebat
seperti Adhi MS, pimpinan Twilite Orchestra, juga meyakini musik klasik dapat merangsang kecerdasan bayi
sejak dalam kandungan. Bahkan, untuk jenis musik yang 'merangsang bayi' ini sudah banyak dijual di toko-
toko kaset tertentu.
Tapi, untuk lebih tuntasnya kupasan mengenai hal itu, coba kita simak penuturan Surastuti yang juga dosen di
Fakultas Psikologi Universitas
terdiri dari nada-nada. Nada-nada inilah yang memberikan stimulasi berupa gelombang alfa. Gelombang ini
memberikan ketenangan, kenyamanan, dan ketenteraman, sehingga anak dapat lebih berkonsentrasi.
"Menurut beberapa penelitian, musik klasik memang termasuk metode yang tepat. Anak menjadi siap
menerima sesuatu yang baru dari lingkungannya," ujar pengasuh rubrik konsultasi di Klinik Anakku ini. Tapi,
jangan coba-coba memperdengarkan musik-musik keras kepada bayi dalam kandungan. Konon, justru
menyebabkan timbulnya kebingungan pada si jabang bayi! (*/V-1)
Sumber : www.balita-anda.com
0 komentar:
Posting Komentar